Yang Terpisah Telah Bersatu Kembali

Yang Terpisah Telah Bersatu Kembali

12/11/2022 0

Juli 2021

Tampaknya ini jadi bulan berat bagi keluargaku. Kami silih berganti bertemu virus pembunuh itu. Hingga tuhan mempertemukannya dengan ibu.

Ibu kelompok rentan yang sering dibicarakan. Dan ibu sudah sampai di titik paling lemahnya. Tidak cukup kuat melawan penyakit yang menjadi pelengkap penggerogot hidup ibu dua tahun kebelakangan.

Ibu sudah tidak perlu sakit. Ibu sudah tidak perlu merasakan sakit-sakit itu lagi. 

Dan Bapak kehilangan ibu. Pihak yang paling disakiti dalam skenario Tuhan ini. Ia kehilangan wanitanya. Wanita yang menemani hampir selama 40 tahun.

Bodohnya Aku,

Aku memilih untuk membenci bapak. Karena bagiku itu cara paling mudah untuk melupa. Melupa segala kebaikan dan kenangan indah tentang mereka. Aku membencinya sepaket dengan ibu.

Entah muncul karena apa, dan untuk alasan apa

Semua ingatanku tetang mereka melulu hal yang menyakitkan. Yang kusadari, pada akhirnya, adalah mekanisme diri untuk tak larut dalam kesedihan yang muncul. Yang bahkan belum benar-benar muncul. Kututupi erat. Kekanak-kanakan.

Setahun berlalu, aku masih menghukum bapak dengan beragam ingatan buruk. Yang entah kenapa sangat melegakan. Karena saat itu aku tau bahwa jika tak membencinya, ingatanku akan mereka melulu menghasilkan tetasan air mata

Hingga pada akhirnya, 

Dua bulan yang lalu. Aku dihardik kenyataan. Mereka kembali dipertemukan oleh waktu. Bahwa orang yang kubenci adalah yang paling berhak membenciku. Karena aku tak pernah menyempatkan diri untuk hadir dalam duka Bapak. Bapak melalui semuanya sendirian, bapak kehilangan Wanita sekaligus dunianya.

Kali ini aku yang berhak dihukum.

Kusadari bahwa bapak juga menghukum diri atas kepergian wanitanya. Sayang yang dulu dia kucurkan sendirian ke istrinya  tanpa bantuan dariku, Anak mereka. Aku bagai anak yang tak tau balas budi. Aku baru menyadarinya, sekarang. Dan aku, sangat-sangat menyesali.

Menyesal bahwa tak bisa hadir dalam duka bapak. Duka yang harus Bapak pikul sendirian, hingga duka itupun menggerogoti tubuhnya. Sosok gagah itu jatuh atas dukanya sendiri, yang melalui dukanya di tempat mereka dipisahkan oleh waktu. Bapak bagai seorang yang pincang, tak tau arah tujuan, dan sangat memerlukan pertolongan. Dan aku, kala itu, alih-alih menemaninya berduka malah memilih membencinya.

Sekali-lagi aku sungguh menyalahkan diri.

Sekarang aku tidak bisa berbicara apa-apa kepada Bapak. Aku hanya bisa bilang

“Dicky Minta Maaf, Pak. Maaf Bapak harus melalui duka itu sendirian”

Saya Ingin Memperkenalkan Diri

1/21/2022 0


Halo Perkenalkan saya Dicky. Pemilik blog ini. Saya ingin mengungkapkan sesuatu kepada kalian. Baca baik-baik ya.

Saya adalah anak yang tidak telalu membenci orang tua nya. Saya akan memikirkan segala jasa mereka kepada saya alih-alih segala sikap mereka yang membuat saya ingin pergi dari rumah.

Sebagai suami saya sedang berusaha untuk membuat istri bahagia karena saya sangat bahagia bersama Wanita tersebut. Saya sebisa mungkin melakukan hal-hal yang dulu membuat Wanita itu ingin bersama saya selamanya. Saya tentu tidak ingin membuatnya menyesal.

Sebagai ayah dari seorang anak laki-laki, saya ingin menjadi contoh yang baik dan membuat dia dengan bangga bilang ke teman-temannya kelak “Dia ayah terbaik nomor satu seluruh dunia” (seperti quote film by the way). Saya akan memberi hal terbaik yang bisa saya berikan, tanpa bermaksud memanjakan. Tentu itu keinginan semua orang tua, kan?

Sebagai seorang guru saya harus bisa menjadi manusia yang sangat dirindukan murid-muridnya tiap kali libur panjang. Saya ingin mereka menganggap saya sebagai orang tua kedua yang sangat menyayangi mereka tanpa menimbulkan kebencian. Saya berusaha, maaf jika belum terlihat.

Sebagai pemilik blog ini, Saya ingin sekali rutin mengisinya. Agar ia tampak terawat dan terisi seperti seharusnya. Ya maafkan jika belum tampak usahanya.

Sabagai seorang pria yang sudah hidup hampir 28 tahun, saya ingin menjadi orang yang sangat bersyukur atas apa-apa yang ada dalam diri alih-alih membandingkan diri kepada yang lebih tinggi. Karena sebanyak apapun tidak akan tampak cukup jika tak disyukuri, kan?

Sebagai seorang teman, saya ingin selalu diingat. Bukan hanya sebagai manusia yang diajak berkumpul. Saya ingin keberadaan saya di lingkup hidup mereka berarti. Sehingga mereka tanpa ragu menceritakan hidupnya, tanpa takut penghakiman dari seorang. Saya juga ingin menjadi teman yang asik, seru tapi juga tidak membuat mereka merasa tersakiti atas apa yang keluar dari mulut saya.

Sebagai orang yang sudah lama hidup, dan temannya hanyalah rekan kerja. Saya bingung harus mencari teman lagi dimana. Tolong beritahu saya.

Sebagai bagian dari lingkungan manusia saya ingin punya kontribusi bukan hanya sebatas buah bibir para tetangga. Saya bukan penduduk asli memang, tapi jika tidak berusaha saya enggak akan dianggap bukan?

Sebagai bawahan dari seseorang, saya harus paham bahwa sejujur dan sebenar apapun, Saya mesti menyadari bahwa saya adalah bawahan dari ego seseorang yang juga harus dipuaskan. Jika dia puas, tentu kita akan diberi lebih bukan?

Sekian

Terimakasih sudah membaca

See You.

Menjadi pengajar di Masa Pandemi

12/12/2021 2

Maret 2020 menjadi awal dari suatu masa yang umurnya hampir 2 tahun. Banyak orang yang terdampak, di segala sendi kehidupan, di banyak wilayah Indonesia. Banyak bidang yang mau tidak mau harus menyesuaikan diri, apalagi bidang yang memfasilitasi orang-orang untuk berkumpul. Memfasilitasi salah satu kebutuhan paling dasar manusia, berkumpul dengan manusia lainnya.

Kita dipaksa, untuk sementara waktu, membuat jarak satu sama lain. Tidak ada yang boleh bertemu tatap muka. Yang ternyata setelah dua tahun menjadi hal yang paling dirindukan. Mall ditutup, tempat rekreasi, bioskop, bahkan dunia Pendidikan pun tak luput dari penghentian sementara itu.

Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kita sedang menghadapi sesuatu yang bahkan dunia Pendidikan pun harus mengalah. Bidang paling penting dalam membentuk manusia masa depan, bidang yang membuat anak bangsa bisa jadi presiden, tentara, arsitek, ahli teknologi dan banyak profesi lainnya.

Sebagai pendidik kita dituntut keadaan, dipaksa harus menyesuaikan beragam pola pembelajaran yang awalnya cocok untuk dengan interaksi antar siswa dalam kelas, menjadi hanya sebatas tatap maya. Ada banyak yang harus disesuaikan. Tidak ada interaksi fisik yang bisa dilakukan, tidak bisa berolahragama bersama, berbagi cemilan saat istirahat, atau sebatas canda tawa disela-sela jam belajar.

Tidak ada praktek yang bisa dilihat dan dilaksanakan langsung oleh siswa. Semua hanya bisa mereka lihat di gawai nya masing-masing. Begitulah yang terjadi di tiga bulan awal belajar dari rumah tahun kemarin. Karena semua rencana sudah dirancang kita sebagai pendidik belum siap untuk melakukan penyesuaian di awal-awalnya.

Seiring berjalannya waktu, saya sebagai pendidik menemukan beragam cara agar siswa tetap menantikan pertemuan tatap muka tiap harinya. Apalagi saya mengajar di kelas 2 SD selama 2 tahun masa pandemi saya memutar otak agar siswa tidak bosan atau mengantuk. Mulai dari membuat media pembelajaran yang menarik, menyelipkan permainan edukasi (misal quiziz, worldwall, kahoot), ice breaking saat pembelajaran atau sebatas pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang keseharian untuk memancing perhatian mereka.

Kita paham bahwa saat pembelajaran tatap muka pun, tidak semua materi bisa disampaikan di dalam ruang kelas. Saat materi tentang hewan dan tanaman misalnya, kita perlu berjumpa langsung dengan tanaman atau hewan yang dipelajari. Saat pandemi hal tersebut bisa disiasati dengan melakukan pemantauan langsung oleh guru dan dilihat oleh siswa melalui gawai nya masing-masing, tidak maksimal memang tapi paling tidak mereka bisa melihat guru berinteraksi secara langsung.

Saat materi bernyanyi saya bisa melaksanakan pentas mini saat tatap muka, tapi saat tatap maya saya bisa meminta siswa bernyanyi bersama di aplikasi video conference seperti zoom. Ada yang berperan memainkan alat musik perkusi yang ada di rumah, ada yang sebagai suara satu, suara dua dan sebagainya. Seolah kami sedang melakukan konser mini di kelas.

Saat materi tentang uang jika tatap muka mungkin saya bisa membuat semacam pasar kelas, tapi dengan tatap maya saya bisa mengarahkan siswa untuk berjualan secara daring. Memberi pengalaman mereka menjawab pertanyaan calon pembeli, membuat video atau foto promosi, dan melakukan pengiriman. Menjadikan materi tersebut bisa terintegrasi dengan materi pembelajaran lain.

Untuk mengurangi kebosanan belajar dari rumah, saya selingi dengan meminta bantuan orang tua siswa untuk berbagi pengalaman mengenai profesi nya kepada anak-anak. Memberi gambaran pada siswa akan dunia kerja nanti, dan sebagai rujukan cita-cita mereka kelak.

Dicky Renaldy,

Bekasi, 24 November 2021

Sehari menuju Hari Guru Nasional.

Tidak Ada yang Siap

11/21/2021 0


Saya kaget bahwa "hal" itu berhasil merenggut jutaan hidup orang. Enggak ada yang siap, negara, cendikiawan, pemangku kepentingan publik, warga, siapapun. Apalagi saya. Saya yang baru memulai untuk hidup secara mandiri dipinggir kota tentu kaget. Lingkungan tempat tinggal yang sepi semakin sepi karena banyak yang pulang kampung, saya sempat hidup benar-benar sendiri di tiga bulan pertama pandemi ini menghantam banyak wilayah. 

Maret 2020 menjadi maret yang paling menyebalkan dari maret-maret sebelumnya. Bulan ketiga dalam putaran kalender gregorian itu seharusnya tentram karena baru selesai musim hujan dan akan menuju musim kemarau. Tapi entah kenapa dia hadir disertai dengan sebuah wabah yang mengubah seluruh penduduk planet ini.

Pekerjaan saya yang seorang pendidik dipaksa untuk beradaptasi. Bagaimana menjadi guru yang sejatinya butuh sentuhan psikologi tetap bisa menjalankan perannya walau hanya sebatas tatap maya. Banyak perubahan yang harus disikapi, banyak tuntutan yang harus disanggupi. Sebagai seorang pendidik, saya akui pandemi ini mengajarkan saya banyak hal.

Tulisan diatas dibuat di penghujung tahun 2020. Kembali saya tegok di penghujung tahun 2021.

Pandemi menghantam banyak sisi kehidupan, Saya tak luput dari hantamannya. Ia mengambil seseorang yang paling berarti buat saya.

Saya benci untuk mengakui bahwa saya sedih kehilangannya. Alih-alih bersedih saya memilih untuk marah. Marah atas sikap, aturan, dan beberapa hal tentang beliau. Tapi memang seperti itukan orang tua?

Hari ini saya bersedih,

Setelah sadar saya telah menyia-nyiakan waktu 3 bulan pertama pandemi alih-alih bercengkrama dengan beliau malah memilih untuk tinggal sendirian.

Saya bersedih setelah sadar bahwa beliau tak akan pernah kembali. Beliau sudah benar-benar telah selasai akan tugasnya. Walau tidak sempurna tapi beliau telah melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Saya hanya ingin bilang,
Terimakasih atas segalanya
Ucap yang menenangkan
Tindakan yang melindungi
dan segala hal di belakang layar yang membentuk saya menjadi seperti sekarang.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, 

Tidak ada yang siap

Tidak ada yang siap atas kondisi ini.


Sesuaikan dengan Inginmu?

Sesuaikan dengan Inginmu?

11/02/2021 0
"Ah anaknya tak selucu yang dia harapkan" ucapku kegirangan kepada Dewi siang tadi. 
"Jangan seperti itu, Anwar" balas Dewi.
"Tapi memang begitu adanya, Dew." balasku sekali lagi dengan senyum yang tidak bisa disembunyikan.
"Semua anak unik, tidak ada yang lebih lucu, lebih manis, lebih tampan atau cantik dibandingkan yang lain, Wan. Lagi pula umurnya pun baru tiga bulan." kata Dewi sekali lagi.
"Oke, tapi lihatlah. Untuk seorang anak berusia 3 bulan dia tak semanis kebanyakan bayi. Kayak jutek dari lahir." 
"Cukup, War. Aku menyesal memperlihatkannya kepadamu." Dewi menarik ponselnya.
"Ya aku hanya ingin tau bagaimana anaknya. Ya tak secantik yang dia harapkan dulu, titik."

Mungkin kamu membenciku setelah dialog barusan. Siapa pula yang tidak menyukai bayi, mereka imut dengan beragam tingkah lakunya, mereka akan mengundang tawa, cinta, dan candu bagi siapapun yang melihatnya. 
Ini akan masuk akal ketika kamu mengetahui cerita utuhnya. Akan aku ceritakan dari awal. Semoga kamu memihakku.

Beberapa tahun yang lalu.
Aku sedang berada di stasiun Bogor kala itu. "Maaf untuk sementara kereta api tujuan Jakarta Kota masih tertahan di stasiun Manggarai." ucap speaker di sudut stasiun sejam yang lalu, begitu pula beberapa detik yang lalu. 

Sembari harap-harap cemas, karena aku akan telat di hari pertama kerjaku. Aku mencoba mengalihkan pandanganku ke sekeliling stasiun besar itu. Ada beberapa wanita yang sedang saling bicara di salah satu sudut, tak jauh dari mereka ada seorang mahasiswa yang sedang fokus bermain di ponsel nya. 
Sedang asik menebak-nebak permainan apa yang mahasiswa itu mainkan, ada sebuah botol menggelinding ke arahku, botol berwarna biru dengan ukiran sebuah kata di sisinya. Seorang wanita berbicara ke arah ku "Maaf ya, terjatuh".
Aku membalas senyumannya dan berkata pelan "Iya tidak apa-apa."

Sebulan setelahnya
Ini hari gajian pertamaku. Aku ingin sedikit merayakannya dengan beberapa botol sebelum pulang. Tapi aku berusaha untuk tetap sadar saat pulang.
"Hai" aku kaget. Tiba-tiba ada suara wanita yang menyapa dari arah belakang.
Tampaknya aku mengenali botol yang dia pegang, berwarna biru dan ukiran yang setelah di perhatikan adalah sebuah nama. Sial minuman yang aku teguk tadi membuat otak ini lebih lama berkerja. Cukup lama kami terdiam, ditambah dengan udara dingin ibukota membuat suasana yang tidak nyaman.

"Hai juga"
"Sepertinya kita pernah bertemu"
"Mungkin di stasiun kereta. ada wanita yang menjatuhkan botol itu" ucapku sambil menunjuk botol yang dipegangnya. Otak ini sudah mulai bisa mengimbangi situasi.
"Ternyata benar, aku sering melihatmu di stasiun dan tampaknya kita bekerja di gedung yang sama. Aku Intan. Kamu siapa?" ucap wanita itu sambil tersenyum yang seperti menyeringai.
"Panggil aku Anwar." ucapku setengah sadar.
"Kamu belum pulang?"
"Gajian pertama hari ini. Sedikit perayaan." ucapku 

Beberapa hari setelahnya aku sempat bertemu dengan Intan di stasiun atau saat keluar dari gedung saat makan siang. Kami hanya saling tersenyum dan sesekali menyapa. Sampai beberapa hari kemudian aku memberanikan diri menyapa dan meminta nomor ponselnya. Sebulan setelahnya kami semakin akrab dan memutuskan menjadi yang spesial satu sama lain. Kami tinggal cukup dekat, keseharianku setelahnya adalah menjemput Intan lalu bersama menuju stasiun. Itu adalah masa-masa ketika aku tidak benar-benar membenci pekerjaanku.

Aku masih ingat, aku dan Intan beberapa kali pergi liburan bersama. Setelah intan memaksaku untuk menyimpan uang, "Kita jalan jalan yuk, kamu simpan uangmu di sini ya" katanya sampil memberi secarik kertas berisi nomor rekening. "Pokoknya kita harus rajin jalan-jalan. Kita kan udah dewasa sudah punya penghasilan sendiri masa pacaran cuman makan sama ke mall aja si, perlu yang jauh biar kita saling kenal. Dan semakin terikat gitu" ucapnya malu-malu kala itu.

Tak disangka kami sering pergi bersama, entah bersama teman atau keluarga besar. Kami pernah dua hari mendaki gunung bersama. Saat itu aku baru sadar bahwa walau Intan tipikal wanita yang manja, tapi dia bisa menjaga dirinya tanpa menyulitkan rombongan.

Wanita itu juga suka ke pantai, ya siapa pula yang tak menyukai pantai. Kami pernah berjam-jam hanya duduk di pinggir pantai menikmati ombak dan anginnya. Tak ada keinginan untuk pergi. Kami pernah menginap di sebuah pulau tak jauh dari ibukota, walau sebenarnya aku mabuk laut tapi dengan Intan, mabuk laut tampak sepele.

Aku belum menceritakan alasan aku menyukai Intan, kamu harus tau bahwa Intan punya wajah yang manis dengan tinggi badan diatas rata-rata wanita Indonesia, berat badannya pun akan membuat siapapun di sekitarnya merasa tidak percaya diri. Ia selalu punya baju yang cocok untuk kulitnya, dan aroma yang ia pancarkan ke orang sekitarnya selalu tampak cocok dengan dirinya.

"Hai, hari ini kita pulang bareng?" ucapku entah kapan
"Boleh, tapi aku ada janji sepulang kerja. Kamu mau tunggu? Hanya beberapa jam."
"Baiklah. Kita bertemu di stasiun" ucapku sembari menutup telpon.

Aku sengaja menahan diri di ruangku karena tak ingin lama-lama menunggunya di stasiun. Aku pulang sejam lebih lama dari yang seharusnya. Sengaja memilih rute yang memutar, dan berhenti hanya untuk menikmati senja ibukota alih-alih menunggu Intan di stasiun.
Sejam sudah aku menunggunya di stasiun, ada pesan masuk darinya.

"Tampaknya Aku pulang lebih lama, kalau kamu ingin pulang lebih dulu. Tidak apa-apa."
"Kamu bisa pulang sendiri?" balasku
"Nanti minta adikku untuk jemput di stasiun."
"Baiklah, jangan pulang terlalu malam ya"
"Baiklah, sayaaaaannngggggg" begitulah pesan terakhirnya sebelum aku memutuskan untuk pulang lebih dulu kala itu.

Setelah aku ingat-ingat kejadian tadi menjadi awal kami berdua semakin jarang bertemu. Karena sudah bersama lebih dari setahun aku merasa mungkin jarak yang secara tidak sengaja tercipta ini wajar adanya. 

Namun kelamaan setiap saat ada saja alasan Intan untuk tidak bertemu "Aku harus masuk lebih pagi hari ini" "Ada yang harus di selesaikan. Pulang saja lebih dulu. Aku tak ingin kamu menua di stasiun, heheh" "Aku sebenernya kangen banget sama kamu, cuma tugas ini harus di selesaikan sebelum aku cuti. Ingat minggu depan kita jalan-jalan" Atau sekadar "Aku sedang sibuk."

Aku memahami, karirnya sedang berkembang. Aku hanya ingin bersikap sebagai pasangan yang mendukung. Dua bulan berlalu dengan kondisi yang seperti ini, aku masih cukup yakin bahwa keadaan ini benar adanya. Dan akan membaik seiring waktu tanpa berusaha aku perbaiki.

Keadaan kami semakin parah. Ia lebih sering pergi bersama teman kantornya. Banyak rutinitasnya yang luput dariku. Intan mulai sering mengakhiri telpon kami tiap malam lebih dulu, atau mempersingkat durasi pertemuan.
Hingga suatu saat Ia menghubungiku
"Kamu hari ini pulang seperti biasa?"
"Tentu, kerjaanku sudah selesai. Bertemu di bawah?"
"Boleh. Sepuluh menit lagi kita bertemu. Aku kangeeeeeen banget." ucapnya seraya membuat suara yang seperti sedang mencium.

"Kita makan di tempat biasa yuk." ucapnya ketika kami bertemu di lobi. Sepuluh menit kemudian kami sedang asik menyantap makanan pesanan kami. Tanpa basa-basi Intan mengucapkan kata kata yang seharusnya sudahku tebak saat kami mulai merenggang.

"Aku mau kita sampai sini aja ya."
"Maksud kamu? Nanti pulang sendiri?" ucapku kala itu, walau aku sudah paham arah pembicaraan kami.
"Aku mau hubungan kita sudah sampai sini aja, war." jawabnya kala itu
Aku masih ingat benar-benar yang terjadi selanjutnya, dia mencoba mengeluarkan semua hal yang menjadi alasan ia menghilang belakangan. 

Baginya aku tak paham bahwa ia menjauhiku bukan karena pekerjaannya bertambah banyak, bukan. Jelas bukan. Katanya kala itu.
Tapi karena ia sudah tidak merasa seperti dulu. Tidak ada gairah gairah yang muncul tiap kali kami bertemu, sudah tak mengebu-gebu, bahkan ia tanpa ragu bilang yang rupaku tak seperti dulu. Katanya beratku kian bertambah, kulitku tidak sebersih saat awal-awal kami bersama. Sifatku yang dulu menjadi alasan dia menyukaiku sekarang malah membuatnya kesal. Dari semua kata yang keluar dari mulutnya ada satu kalimat yang cukup menyakitkan kurang lebih seperti ini "Jika kita menikah nanti aku takut anakku tak akan selucu ...." 

Aku hanya ingat sampai bagian itu, setelahnya hanya ada suara-suara dengung di telingga ku, hatiku jatuh ke tanah, seakan semua organ tubuhku ingin keluar dari tempatnya setelah seseorang berkata seperti itu padaku, lebih-lebih orang itu adalah Intan. Padahal awalnya aku merasa beruntung berkesempatan memiliki dan membuat kisah dengannya, tapi rasanya aku juga tak pantas memiliki akhir yang seperti ini, Kan?

Aku masih ingat setelah ia tanpa ragu mengucapkan kalimat tersebut. Aku langsung bangun dari kursiku. Meletakkan beberapa lembar uang, dan langsung keluar dari tempat itu. Aku tidak menoleh. Aku tau apapun yang aku katakan tidak akan mengubah tekadnya, dan kalimat terakhirnya membuatku makin yakin untuk tidak berusaha sama sekali atas hubungan yang sudah di penghujung ini. "Terimakasih sudah menunjukkan dirimu sesungguhnya, sebelum kita terlalu jauh." batinku saat itu.

Beberapa bulan setelah kejadian paling memilukan tadi, aku semakin jarang melihat Intan di hidupku. Aku jarang melihatnya di stasiun, di kantin, atau di lobi tempat biasanya kami saling berjumpa bahkan sebelum menjadi sepasang kekasih. Aku tak tau apa yang terjadi padanya serta tak ingin mencari tau apa yang terjadi padanya.

Kembali ke dialog aku dan Dewi.
"Dew, aku hanya mengejeknya. Lagi pula anak kita pasti akan lebih lucu dari anak siapapun." Kataku kepada istriku tercinta, Dewi. Ia sedang hamil. Beberapa minggu lagi kami akan bertemu dengannya.

Bagaimana Keadaanmu Saat Ini?

Bagaimana Keadaanmu Saat Ini?

1/01/2021 0

Sebagian besar orang merasa bisa mengubah keadaan.

Sebagian yang lain terlalu takut untuk mengalami perubahan.

Sisanya selalu bermimpi bisa mengatur ulang kehidupan.

Seakan semua bisa sesuai inginnya

Atau hanya ingin mencoba sesuatu yang baru.

Sesuatu yang tampaknya menjanjikan.

Sesuatu pada saat ini memunculkan rasa,
ini akan lebih baik.

Sesuatu yang mengairahkan alih-alih kebosanaan atau ketakutan

Tidak ada yang salah atas keinginan itu

Yap, 

Tidak ada yang salah atas ingin itu.

Perubahan untuk melarikan diri dari sekitarmu.

Seakan Kamu muak akan yang sedang kamu lalui

Atau karena sekitar memaksamu demikian.

Sekitar mendewasakanmu dengan paksa.

Perubahan memang tidak menyenangkan,

Ia sering kali mengusir kenyamanan yang sudah ada.

Ia menghamburkan kebiasaaan yang selama ini kamu bangun.

Ia menghardik segala hal yang telah kau yakini.

Tapi Ia tak semenakutkan seperti bayanganmu

Walau Ia menghancurkan nyaman, kebiasaan, dan yakin mu

Ia akan yang mengganti semuanya dengan yang baru

Jika kamu memilih tempat kerja baru, ia akan memintamu untuk menganti kenyamananmu atas rute yang biasa kamu pilih

Jika kamu memilih untuk hidup di tempat baru mungkin itu akan menghilangkan kebiasaanmu bertemu dengan teman selepas pulang.

Jika kamu memilih untuk memulai hidup baru dengan orang lain, dia akan meyakinkanmu bahwa keyaninanmu dulu akan sesuatu mungkin salah.

Tapi dari sekian banyak alasan yang mungkin kamu dengar,
Kamu, dan semua orang disekitarmu, membutuhkannya.

And By The Way,

Selamat Tahun Baru.

Seperti yang kamu tahu,
aku selalu suka 1 Januari.