(cerpen) Biola Usang

8/29/2011
Empat mata bicara padamu
Ku katakan aku cinta kamu
Empat mata ku ingin bertemu 
Tuk ungkapkan isi di hatiku
Selesai lagu ini usai ku tambahkan saja sedikit alunan biola agar lagunya lebih terkesan mengena. Ternyata benar tindakanku karena setelah ku selesai dengan biola ku hampir seluruh kelas bertepuk tangan dengan meriah, sangat meriah malah bagiku. Tapi tak apalah anggap saja ini bonus bagiku. Setelah suara tepuk tangan yang sangat riuh itu selesai, ku langkah kan kakiku menuju bangku ku di bagian belakang kelas.


Namaku Dewi Mustapa salah satu dari sekian banyak wanita di SMA Tunas Bangsa Jakarta tempat ku bersekolah ini, hanya untuk memberitahukan kalian bahwa walau aku di SMA umum tapi kebetulan di kelas ku tak ada sama sekali seorang cowok duduk di salah satu bangku di ruangan ini. Tampaknya ini sungguh menyiksa bagi beberapa wanita yang haus akan lelaki, terbukti sudah hampir enam siswa di ruangan ini pindah sekolah dalam waktu kurang dari satu semester.   Tapi setidaknya bagiku itu sama sekali bukan masalah, malah ku sangat anti bergaul dengan cowok karena keluargaku memang melarangku, maka ia masukkan ku ke sekolah yang gosip-nya jarang ada anak cowok ini, yang memang ternyata benar adanya. 
Sebenarnya tadi ku disuruh menyanyi itu adalah sebuah hukuman dari guru seni ku yang melihat dengan jengkel bahwa aku tak bisa diam, Pak Rizwan namanya sangat jengkel dengan sikapku yang sudah berkali-kali ia pelototi tapi tetap saja tak bisa diam, maka di suruh lah aku bernyanyi untuk seisi kelas, yah sebenarnya aku sudah tak bisa sama sekali untuk menolak perintahnya karena untuk alasan yang tak jelas dia sering menyuruh muridnya keluar sepanjang pelajarannya, daripada aku harus keluar lebih baik aku nyanyi saja. Untungnya setiap ada pelajaran seni aku selalu membawa biola usangku jadinya ku sandangkan saja biolaku untuk menyanyikan lagu Empat Mata dari D Bagindas yang kebetulan memang ada unsur biola-nya tadi.

Tapi entah urusan apa tiba-tiba kelasku didatangi oleh seorang pria asal Bandung yang mengakui bernama Dika Septian dan kami -murid wanita yang haus pria- penyambutannya seperti kedatangan Obama yang beberapa waktu lalu mendatangi Indonesia.
Ia datang ketika pelajaran pertama seperti pada umumnya seorang anak baru yang baru pindah dia di antar oleh seorang guru yang tak ku kenal, tampang Dika seperti anak desa pada umumnya hanya ia tampak terlalu tua untuk jadi anak sma..
***

Sudah dua minggu setelah aku main di depan kelas, dan sudah seminggu juga dika jadi seperti mutiara di kelas ku, dia seperti sebuah kayu di tumpukan komputer, benar-benar beda sendiri. Entah kenapa aku mengandaikan dia seperti itu, pokoknya ia benar-benar primadona di kelas ini. Bagi ku dia seperti menikmatinya.

"hei" kata dika menyapaku. Aku sedang duduk sendirian di kantin sekolah usai pulang. Mulai sepi kantin ini.
"hai juga" kataku dengan sedikit terkejut. "tumben belum pulang ?, biasanya pasti pulang duluan" ejekku
"hm, lagi males aja neh pulang" katanya sambil sedikit memberiku senyum dua jarinya, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Manis sekali, huhs kenapa aku menghayal seperti itu. "awas nanti kepalanya oleng loh neng" tambahnya lagi, ternyata tanpa sadar aku tadi mengeleng-geleng kan kepala ku. Memalukan. "lo mau pulang jam berapa wi?"
"enggak tau deh, males gue dirumah. Mungkin nanti jam limaan. Kenapa ?"
"enggak nanya aja. Udah makan ?, gue bayarin deh"
Aku tersenyum, semoga senyuman itu setara dengan kebaikannya. "baiklah"
***

Sebenarnya bukan salah dika kalo tiba-tiba aku menyukainya, padahal ia hanya ingin sedikit akrab dengan ku. Dia pernah melihatku bermain biola, dan ia benar-benar ingin mempelajari nya, lalu coba kau lihat aku malah mencampur adukan masalah yang sudah jelas memang tak boleh dipersatukan. 
"bukannya aku enggak suka ama kamu, wi. Tapi kesukaanku kepadamu hanya sebatas kekaguman saja"
Tangisan ku pecah tak karuan. Ku menangis bukan karena ia menolak ku, tapi aku menangisi kebodohanku yang dengan amat yakin menyatakan cintaku kepadanya, bodoh. "tapi" kata dika lagi "maukah kau berjanji, kita akan tetap berteman. Dan kau masih mau mengajari ku bermain biola?" kata dika dengan jeda yang terasa lama olehku.
Hmm, apa dia tak peka. Wanita mana yang mau kembali akrab kepada seorang pria yang telah menolak nya bahkan tanpa memberi kesempatan ?. "entah lah, gue takut gue tambah suka dan bahkan mungkin jadi sayang ama lo ka" jawabku dengan tangisan yang belum reda juga.
"oke, sepertinya sikap gue salah ya. Gue terlalu kagum ama keahlian lo. Dan gue terlalu semangat buat belajar ama lo, jadinya gue lupa bertindak, lupa membatasi diri. Lupa gue bahwa kemungkinan sikap gue lu liat dengan cara yang enggak sama ama yang gue harap. Lupa bahwa gue itu terlalu sering ada di kehidupan lu. Maaf ya" Kata dika dengan bicara yang heran nya kali ini tanpa jeda sama sekali. Aku senang walau aku tak memilikinya.


Seorang guru muda yang akan selalu belajar dari peserta didiknya, karena "Pembelajaran tidak hanya terjadi dari guru ke peserta didik, namun sebaliknya pun demikian".
Terimakasih Sudah Membaca

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Komentar tanpa moderasi tapi saya akan perhatikan setiap komentar.
I Love your comment EmoticonEmoticon