Renungan untuk seorang Guru

2/25/2018
sumbernya biasa pixabay.com

Guru, adalah profesi paling berpengaruh dalam tumbuh kembang seseorang. Dalam pendidikan formal (yang diwajibkan) setidaknya 9 tahun seseorang ditemani oleh guru-guru nya. Gue bilang jamak, karena memang dalam sembilan tahun tadi seseorang akan berganti guru. Yang menyaksikan, dan membantu setiap perubahan yang dialami. Walau kadang-kadang guru menyebabkan trauma, tak jarang juga guru dianggap orang tua kedua si anak. Yang lebih mengetahui, bahkan mau memahami daripada orang tua kandungnya.



Entah karena gue masih baru sebagai seorang guru, atau bagaimana gue selalu ngerasa wajar kok gue dapet gaji yang kecil. Soalnya gue masih selalu ngajar dengan pola baca-buku-kerjain, masih sangat jarang gue bercerita panjang lebar untuk meningkatkan minat murid belajar sama gue, atau jarang gue melakukan praktek, uji coba, atau hal-hal lain untuk mengajak murid gue sejenak keluar dari kursinya. 

Sampai pada tahap itu gue selalu kepikiran


Apa yang gue lakukan selama kuliah?

Apa enggak ada ilmu yang bisa gue pake?

Rasanya gue hanya melakukan rutinitas yang dulu gue jadiin latar belakang karya tulis gue. Gue selalu mengajar dengan cara guru aja yang pinter, murid hanya baca-kerjain-duduk, atau segala hal yang enggak meaning full banget buat mereka. Padahal dulu pas kuliah, gue selalu memegang prinsip 'jika kerja nanti, gue harus kreatif, gue harus jadi guru yang disenangi anak-anak, gue harus jadi guru yang membuat muridnya senang ketika gue datang'.

Tapi setelah setahun gue berprofesi demikian, gue malah makin jauh dari angan-angan tadi. Rasanya gue enggak seprofesional yang gue harap.

Dan yang terparah gue membenarkan tindakan gue. Gue mencari beragam alasan. Mulai dari pekerjaannya melelahkan, gaji yang tidak memadai, fasilitas sekolah yang sangat tidak menunjang, dan yang paling klise 'ada yang salah dari sistem pendidikan kita'. Atau beragam alasan lain yang intinya tidak ingin menjadi pihak yang salah. Waktu belajar banyak gue pake malah buat duduk di meja sambil main handphone atau yang lebih parah gue pake waktu belajar buat menilai PR mereka. Yang rasanya sangat tidak profesional.

Dan gue hanya bisa mengeluh perihal tadi.


Seorang guru muda yang akan selalu belajar dari peserta didiknya, karena "Pembelajaran tidak hanya terjadi dari guru ke peserta didik, namun sebaliknya pun demikian".
Terimakasih Sudah Membaca

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

6 kicauan

Write kicauan
26 Februari 2018 pukul 01.09 delete

Sama bang ky saya. jngnkn yg sdh 1 th, yg 4 bln saja sdh lmyn bosan sepertiny butuh suplemen bang,, misalny nontn vdeo,baca buku, dskusi mengenai mnjd inspirasi bagi peserta didik.bguslah bang jd bhn koreksi buat kami jg

Reply
avatar
26 Februari 2018 pukul 17.53 delete

Gue kirain cuma gue yang mikir gini. Ternyata ada juga toh.

Reply
avatar
Dicky Renaldy
AUTHOR
11 Maret 2018 pukul 15.09 delete

waw sudah empat bulan? Gimana udah nyesel belom? :D

iya guru itu harusnya memang selalu dan selalu mempertebal yang sudah ada, menambah yang baru, mengulang yang perlahan menghilang.

Reply
avatar
Dicky Renaldy
AUTHOR
11 Maret 2018 pukul 15.10 delete

Begitulah menjadi seseorang yang selalu berhubungan dengan pendidikan. Ngerasa jengah

Reply
avatar
23 Maret 2018 pukul 21.26 delete

Ikhlas. Kalo dijalani ikhlas enak. Niatkan untuk ibadah. Apa yang diajarkan harus baik dan akan jadi baik.

Reply
avatar
Dicky Renaldy
AUTHOR
19 Mei 2018 pukul 23.07 delete

Baik bang. Niatnya si buat ibadah yang menghasilkan uang :D

Reply
avatar

Komentar tanpa moderasi tapi saya akan perhatikan setiap komentar.
I Love your comment EmoticonEmoticon