(Bagian 1) Cinta, Haruskah sama?

2/12/2017


"Jadi siapa yang lebih buruk?" tanyaku pada seorang wanita. Kami hampir tiga jam di restoran cepat saji ini.

"Maksudmu?" Dia jelas bingung, karena pertanyaan ku tadi sama sekali tidak berhubungan dengan pembicaraan kami sebelumnya.

"Liat di ujung meja sebelah sana" Kataku sambil melirik kearah salah satu sudut restoran. Disana ada seorang pria dengan badan atletis makan dengan lahapnya, tak jauh darinya, ada pria dan wanita yang tampaknya sudah menikah.

"Ya?" kata wanita itu, masih kurang paham arah pembicaraanku.

"Liat cowok dengan badan atletis itu. Dia makan sendiri. Liat sekelilingnya? Paling tidak ada empat pasangan yang makan di sekitarnya. Dan liat sepasang yang ada disebelah kanannya. Mereka malah diam seribu bahasa, tak menghiraukan satu sama lain" Kataku menjelaskan. Berharap wanita di depanku paham.

"Tidak ada yang salah" Jawab wanita itu setelah beberapa saat.

"Ayolah. Aku rasa pria atletis itu lebih menikmati hidupnya. Dia makan dengan lahap, tersenyum kepada siapapun yang meliriknya. Dan lebih-lebih sudah lebih dari dua puluh menit dia tidak melihat telpon genggamnya" Kataku. Yap, aku sudah mengamati pria atletis itu cukup lama. 

"Waw" ujar wanita itu berusaha mengikuti arah pembicaraanku.

"Menurutmu apakah dua pasangan itu mempunyai kehidupan yang lebih bahagia daripada pria atletis di sebelahnya?" tanyaku mencoba membuka obrolan santai yang lebih serius

"Tampaknya mereka sudah menikah. Si pria seru dengan grup chatting kerjaannya, dan si wanita sibuk dengan grup ibu-ibu arisannya" jawab wanita di depanku. Sambil mencoba menyakinkan setiap kata yang keluar dari bibirnya.

"Jadi, siapa yang lebih buruk? Pria atletis yang bahagia namun sendirian, atau sepasang suami-istri yang saling tidak peduli?" ucapku semakin antusias.

Sebelum pembicaraan semakin jauh, aku ingin memperkenalkan diri.

Aku Johan Batubarra, dan wanita di depanku namanya Dewi Mustofa. Kami hanya teman. Kecuali aku yang kerap kali marah ketika dia pergi dengan temannya tanpa memberitahuku, atau dia yang sering kali memelukku ketika dia gagal menjalani ujian kuliahnya. Kami bertemu di suatu tempat yang aneh, menurutku.


Pertemuannya tiga tahun yang lalu. Ketika kami berlibur di suatu tempat. Kamar mandi pria wanita di campur. Aku yang sedang berkaca sambil memainkan asap rokokku merasa terganggu dengan tatapan wanita itu dibelakang. 

"Bisa kau matikan, rokokmu?" itulah kalimat yang keluar pertama kali ketika ia berada di sebelahku.

"Maaf" kataku langsung mematikan rokok yang masih baru itu.

"Kau seharusnya mencari ruangan khusus untuk merokok" jawabnya lagi sambil merapihkan kerudung tosca miliknya
Aku hanya diam, lalu pergi tanpa berkata apa-apa.

Beberapa bulan setelahnya kami tersadar bahwa kami berada dalam satu lingkungan. Aku adalah senior dia di kampus, semenjak itu kami intens bertemu. Dunia sempit memang. Terlalu sempit, malahan. Kami tidak pernah bertemu sebelum kejadian kamar mandi tadi. Aku bahkan tidak pernah melihat wanita semanarik dia. Padahal aku tipikal mahasiswa yang supel, dan suka bergaul sana sini.

Berjam-jam kami sering habiskan waktu berdua membicarakan segala macam kehidupan kuliah di kantin kampus. Organisasi yang sedang ia geluti, klub yang aku datangi, pengajian yang ia sering ikuti, ataupun sekadar skripsiku yang tak kunjung ditandatangani.

Kami akan berpisah tepat ketika rokok pertamaku dibakar. Katanya hampir seluruh anggota keluarganya adalah perokok aktif. Jadi dia tak ingin diracuni juga di luar rumahnya.

Awalnya perbincangan kami hanya bertahan paling lama satu jam, karena aku yang sudah sangat bergantung kepada rokok. Tidak tahan berlama-lama tidak membakarnya. Lalu lama-lama aku sadar, ia punya lesung pipi di pipi kirinya, dia selalu mengeryitkan dahi ketika dia lupa detail ceritanya. Dan yang paling penting dia selalu punya stok cerita yang menarik. Walaupun ceritanya tidak menarik paling tidak dia punya cara untuk menceritakannya dengan cara yang menarik. Lamban laun aku mulai mengurangi kebiasaan merokok. Bukan kerena apa-apa. Hanya agar perbincangan kami lebih lama.

Kembali ke restoran cepat saji. Dewi hanya diam, tampaknya dia punya cerita yang lebih menarik daripada hanya menanggapi pertanyaanku.

"Aku dijodohkan kepada seorang pria siap nikah oleh ustazahku" katanya membuka obrolan

"Ustazah itu mamamu?" tanyaku. Sungguh aku tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan.

"Ustazah itu guru ngaji, tapi perempuan. Jika yang lelaki itu Ustad" Jawabnya menerangkan.

"Kamu mau kapan solat makan siang?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Sudah tiga tahun kami akrab. Tapi aku tak kunjung hafal istilah-istilah solat.

"Solat zuhur, maksudmu?" tanyanya bermaksud menyakinkan.

"Mungkin itu maksudku" jawabku sekenanya. Karena bagian ini akan terlalu sensitif setelahnya.

"Mau, asal kamu juga ikutan solat" katanya manja. Sambil memberi tatapan genit kepadaku.

Aku tak menjawab. Lalu kubakar saja rokokku agar dia cepat pergi.


Akan berlanjut, percayalah.

Karena kamu percaya, Selanjutnya (Bagian 2) Cinta, Haruskah sama?

Seorang guru muda yang akan selalu belajar dari peserta didiknya, karena "Pembelajaran tidak hanya terjadi dari guru ke peserta didik, namun sebaliknya pun demikian".
Terimakasih Sudah Membaca

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

6 kicauan

Write kicauan
Yoga Akbar S.
AUTHOR
12 Februari 2017 pukul 13.31 delete

Ini beda agama apa gimana? Ahaha. Taik banget salat makan siang. Istilah baru nih.

Duduk berdua, tapi satu sama lain gak ngobrol. Malah maenan hape. Miris. :(

Reply
avatar
Dicky Renaldy
AUTHOR
12 Februari 2017 pukul 20.28 delete

Seharusnya si bisa ketebak dari bahasanya.
Solat yang waktunya berbarengan sama makan siang. :D

Kehidupan jaman sekarang memang seperti itu, nak.

Reply
avatar
13 Februari 2017 pukul 10.00 delete

Menarik kak. Tapi dialog tag, setau saya diakhiri tanda baca gitu sebelum ditutup lagi dengan tanda petiknya.

Reply
avatar
Dicky Renaldy
AUTHOR
15 Februari 2017 pukul 21.24 delete

Terimakasih atas sarannya. Mungkin saya kurang memahami kepenulisan.

Reply
avatar
19 Maret 2017 pukul 13.54 delete

Ditunggu kelanjutan cerita berikutnya :)

Reply
avatar
Dicky Renaldy
AUTHOR
26 Maret 2017 pukul 13.20 delete

Kelanjutannya udah ada men.

Reply
avatar

Komentar tanpa moderasi tapi saya akan perhatikan setiap komentar.
I Love your comment EmoticonEmoticon