Yang Terpisah Telah Bersatu Kembali

12/11/2022

Juli 2021

Tampaknya ini jadi bulan berat bagi keluargaku. Kami silih berganti bertemu virus pembunuh itu. Hingga tuhan mempertemukannya dengan ibu.

Ibu kelompok rentan yang sering dibicarakan. Dan ibu sudah sampai di titik paling lemahnya. Tidak cukup kuat melawan penyakit yang menjadi pelengkap penggerogot hidup ibu dua tahun kebelakangan.

Ibu sudah tidak perlu sakit. Ibu sudah tidak perlu merasakan sakit-sakit itu lagi. 

Dan Bapak kehilangan ibu. Pihak yang paling disakiti dalam skenario Tuhan ini. Ia kehilangan wanitanya. Wanita yang menemani hampir selama 40 tahun.

Bodohnya Aku,

Aku memilih untuk membenci bapak. Karena bagiku itu cara paling mudah untuk melupa. Melupa segala kebaikan dan kenangan indah tentang mereka. Aku membencinya sepaket dengan ibu.

Entah muncul karena apa, dan untuk alasan apa

Semua ingatanku tetang mereka melulu hal yang menyakitkan. Yang kusadari, pada akhirnya, adalah mekanisme diri untuk tak larut dalam kesedihan yang muncul. Yang bahkan belum benar-benar muncul. Kututupi erat. Kekanak-kanakan.

Setahun berlalu, aku masih menghukum bapak dengan beragam ingatan buruk. Yang entah kenapa sangat melegakan. Karena saat itu aku tau bahwa jika tak membencinya, ingatanku akan mereka melulu menghasilkan tetasan air mata

Hingga pada akhirnya, 

Dua bulan yang lalu. Aku dihardik kenyataan. Mereka kembali dipertemukan oleh waktu. Bahwa orang yang kubenci adalah yang paling berhak membenciku. Karena aku tak pernah menyempatkan diri untuk hadir dalam duka Bapak. Bapak melalui semuanya sendirian, bapak kehilangan Wanita sekaligus dunianya.

Kali ini aku yang berhak dihukum.

Kusadari bahwa bapak juga menghukum diri atas kepergian wanitanya. Sayang yang dulu dia kucurkan sendirian ke istrinya  tanpa bantuan dariku, Anak mereka. Aku bagai anak yang tak tau balas budi. Aku baru menyadarinya, sekarang. Dan aku, sangat-sangat menyesali.

Menyesal bahwa tak bisa hadir dalam duka bapak. Duka yang harus Bapak pikul sendirian, hingga duka itupun menggerogoti tubuhnya. Sosok gagah itu jatuh atas dukanya sendiri, yang melalui dukanya di tempat mereka dipisahkan oleh waktu. Bapak bagai seorang yang pincang, tak tau arah tujuan, dan sangat memerlukan pertolongan. Dan aku, kala itu, alih-alih menemaninya berduka malah memilih membencinya.

Sekali-lagi aku sungguh menyalahkan diri.

Sekarang aku tidak bisa berbicara apa-apa kepada Bapak. Aku hanya bisa bilang

“Dicky Minta Maaf, Pak. Maaf Bapak harus melalui duka itu sendirian”

Seorang guru muda yang akan selalu belajar dari peserta didiknya, karena "Pembelajaran tidak hanya terjadi dari guru ke peserta didik, namun sebaliknya pun demikian".
Terimakasih Sudah Membaca

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Komentar tanpa moderasi tapi saya akan perhatikan setiap komentar.
I Love your comment EmoticonEmoticon